Contoh Peninggalan Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)


Hello Guys, Welcome Back in yaudahkasideh blog. Hasyiap, kali ini kita ngomongin tentang Contoh Peninggalan Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) and tanpa berlama lama, Yaudahkasideh!!!


Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah wilayah tertua kedua di Indonesia setelah Jawa Timur, yang dibentuk oleh pemerintah negara bagian Indonesia. Daerah setingkat provinsi ini juga memiliki status istimewa atau otonomi khusus. Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memang merupakan kota sejarah. Ini dibuktikan dengan banyaknya peninggalan sejarah yang ditemukan di daerah ini:
  1. Benteng Vredeburg
  2. Istana Negara /  Gedung Agung
  3. Kotagede
  4. Makam Imogiri
  5. Masjid Gedhe Kauman
  6. Monumen Jogja Kembali
  7. Monumen Serangan Umum 1 Maret
  8. Museum Batik Dan Sulaman Yogyakarta
  9. Museum Dharma Wiratama
  10. Museum Perjuangan Yogyakarta

1. Benteng Vredeburg

Benteng Vredeburg
Beteng Vredeburg adalah sebuah benteng yang terletak di depan Gedung Agung dan Kraton Kesultanan Yogyakarta. Sekarang, benteng ini menjadi sebuah museum. Di sejumlah bangunan di dalam benteng ini terdapat diorama mengenai sejarah Indonesia.

Benteng ini dibangun sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan residen Belanda kala itu, dengan dikelilingi oleh sebuah parit (jagang) yang sebagian bekas-bekasnya telah direkonstruksi dan dapat dilihat hingga sekarang. Benteng berbentuk persegi ini mempunyai menara pantau (bastion) di keempat sudutnya.

Benteng Vredeburg terletak tak jauh dari Keraton Kesultanan Yogyakarta, lokasinya terletak di Jalan Ahmad Yani atau lebih dikenal dengan jalan Malioboro, karena lokasinya tepat di ujung jalan Malioboro.


2. Istana Yogyakarta / Gedung Agung


Peninggalan Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Istana Yogyakarta yang dikenal dengan nama Gedung Agung terletak di pusat keramaian kota, tepatnya di ujung selatan Jalan Ahmad Yani dahulu dikenal dengan Jalan Margomulyo. Kawasan istana terletak di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, dan berada pada ketinggian 120 m dari permukaan laut. Kompleks istana ini menempati lahan seluas 43.585 m².

Gedung utama komplek istana ini mulai dibangun pada Mei 1824 dan di prakarsai oleh Anthony Hendriks Smissaerat, Residen Yogyakarta ke-18 (1823-1825) yang menghendaki adanya “istana” yang berwibawa bagi residen-residen Belanda sedangkan arsiteknya adalah A Payen.

Istana Yogyakarta terdiri atas enam bangunan utama yaitu Gedung Agung (gedung utama), Wisma Negara, Wisma Indraphrasta, Wisma Sawojajar, Wisma Bumiretawu dan Wisma Saptapratala. Gedung utama yang selesai dibangun pada 1869 sampai sekarang bentuknya tidak mengalami perubahan. Ruangan utama yang disebut dengan Ruang Garuda berfungsi sebagai ruangan resmi untuk menyambut tamu negara atau tamu agung yang lain. Selain wisma-wisma tersebut sejak 20 September 1995 komplek Seni Sono seluas 5.600 m2 yang terletak di sebelah selatan, yang semula milik Departemen Penerangan, menjadi bagian Istana Kepresidenan ini.

Di depan gedung utama, di halaman istana, ada sebuah monumen batu andesit setinggi 3,5 meter yang disebut Dagoba, yang berasal dari Desa Cupuwulatu, di dekat Candi Prambanan.
Pada 6 Januari 1946, Jogjakarta di tunjuk menjadi Ibukota Negara Indonesia dan istana ini berubah menjadi istana kepresidenan.


3. Kotagede, Kawasan Bersejarah Di Jogjakarta

Salah satu pintu gerbang di kompleks makam raja-raja di Kotagede.
Salah satu pintu gerbang di kompleks makam raja-raja di Kotagede.
Kotagede atau Kutagede (Jawa: Kuthagedhé) adalah sebuah kecamatan di Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Nama 'Kotagede' diambil dari nama kawasan Kota Lama Kotagede, yang terletak di perbatasan kecamatan ini dengan kabupaten Bantul di sebelah selatan.

Kawasan Kotagede banyak menyimpan sejarah terutama kisah lahirnya kerajaan Islam Mataram. Singkat cerita, dinamakan sebagai Kotagede karena dahulu kawasan ini adalah merupakan desa kecil yang berubah menjadi hutan karena ditinggalkan oleh masyarakatnya. Kemudian kawasan ini dibangun oleh Ki Gede Pemanahan atas hadiah yang diberikan oleh Sultan Hadiwijaya kepadanya. Semakin berjalannya waktu maka kawasan ini semakin ramai hingga disebutlah sebagai Kotagede atau Kota Besar.

Di kawasan ini, akan dimukan bangunan-bangunan kuno berusia ratusan serta mengingatkan kebudayaan mataram pada abad ke 16 Masehi. Selain itu, tempat ini adalah pusat batik dan perak. Sebab sebagian besar masyarakat Kotagede mengabdikan dirinya sebagai pengrajin perak dan juga batik.


4. Makam Imogiri, Makam Para Raja Mataram

Pintu gerbang pemakaman Imogiri
Permakaman Imogiri, Pasarean Imogiri, atau Pajimatan Girirejo Imogiri merupakan kompleks permakaman yang berlokasi di Imogiri, Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta. Permakaman ini dianggap suci dan kramat karena yang dimakamkan disini merupakan raja-raja dan keluarga raja dari Kesultanan Mataram. Permakaman Imogiri merupakan salah satu objek wisata di Bantul. Makam Imogiri dibangun pada tahun 1632-1640M oleh Sultan Mataram III Prabu Hanyokrokusumo yang merupakan keturunan dari Panembahan Senopati Raja Mataram I. Makam ini terletak di atas perbukitan yang juga masih satu gugusan dengan Pegunungan Seribu.

Ada tata cara berpakaian tertentu yang harus dilakukan ketika ingin memasuki kompleks makam di bagian dalam. Jika tidak menaati aturan tersebut, maka pengunjung hanya diperbolehkan sampai pintu gerbang pertama. Pengunjung wanita yang ingin memasuki makam di bagian dalam harus mengenakan kain panjang, kemben, dan melepas semua perhiasan. Sementara itu, pengunjung pria yang ingin memasuki kompleks makam di bagian dalam harus mengenakan kain panjang, baju peranakan, dan blangkon.


5. Masjid Gedhe Kauman

Masjid Gedhe Kauman
Masjid Gedhe Kauman Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah Masjid Raya Kesultanan Yogyakarta guys. Masjid ini juga merupakan simbol kejayaan Islam Mataram. Masjid ini terletak tepat di sebelah barat dari alun – alun Jogja. Masjid Gedhe Kauman dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I bersama Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat (penghulu kraton pertama) dan Kyai Wiryokusumo sebagai arsiteknya. Masjid ini dibangun pada hari Ahad Wage, 29 Mei 1773 M atau 6 Robi’ul Akhir 1187 H. Mmasjid ini merupakan masjid tertua di Indonesia.

Kompleks Mesjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi. Pintu utama kompleks terdapat di sisi timur dengan konstruksi semar tinandu. Arsitektur bangunan induk berbentuk tajug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untuk masuk ke dalam terdapat pintu utama di sisi timur dan utara. Di sisi dalam bagian barat terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura. Pada zamannya (untuk alasan keamanan) di tempat ini sultan melakukan ibadah. Serambi masjid berbentuk limas persegi panjang terbuka.

Di sisi utara-timur-selatan serambi terdapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki orang yang hendak masuk masjid.


6. Monumen Jogja Kembali, Monjali

Monumen Jogja Kembali, Monjali
Museum Monumen Yogya Kembali, adalah sebuah museum sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia yang ada di kota Yogyakarta dan dikelola oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Museum yang berada di bagian utara kota ini banyak dikunjungi oleh para pelajar dalam acara darmawisata.

Nama Yogya Kembali dipilih dengan maksud sebagai tetenger (peringatan) dari peristiwa sejarah ditariknya tentara pendudukan Belanda dari ibukota RI Yogyakarta pada waktu itu, tanggal 29 Juni 1949. Hal ini merupakan tanda awal bebasnya bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintahan Belanda.

Monumen Yogya Kembali dibangun pada tanggal 29 Juni 1985 dengan upacara tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Gagasan untuk mendirikan monumen ini dilontarkan oleh kolonel Soegiarto, selaku walikotamadya Yogyakarta pada tahun 1983.

Museum Monumen dengan bentuk kerucut ini terdiri dari 3 lantai dan dilengkapi dengan ruang perpustakaan serta ruang serbaguna. Pada rana pintu masuk dituliskan sejumlah 422 nama pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III (RIS) antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan 29 Juni 1949. Dalam 4 ruang museum di lantai 1 terdapat benda-benda koleksi: realia, replika, foto, dokumen, heraldika, berbagai jenis senjata, bentuk evokatif dapur umum dalam suasana perang kemerdekaan 1945-1949. Tandu dan dokar (kereta kuda) yang pernah dipergunakan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman juga disimpan di sini (di ruang museum nomor 2).


7. Monumen Serangan Umum 1 Maret

Monumen Serangan Umum 1 Maret
Monumen serangan umum 1 Maret adalah bangunan dibangun untuk memperingati serangan umum yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia berdasarkan instruksi dari Panglima Divisi III, Kol. Bambang Sugeng.

Serangan tersebut dilakukan untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI - berarti juga Republik Indonesia - masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda

Monumen Serangan Umum 1 Maret letaknya tidak jauh dari Benteng Vredeburg. Posisi monumen ini tepat berada di seberang Kantor Pos Besar Yogyakartaguys.FYI


8. Museum Batik Dan Sulaman Yogyakarta

Museum Batik Dan Sulaman Yogyakarta
Museum Batik Yogyakarta adalah museum batik pertama di Jogja dan pada tahun 2001 museum ini memperoleh penghargaan dari MURI sebagai pemrakarsa berdiriya Museum Sulaman pertama di Indonesia.

Museum yang tertelak di Jalan Dr. Sutomo Jogjakrta ini menyimpan sebanya 1.259 koleksi, terdiri dari kain batik, peralatan membatik seperti canting tulis, canting cat, bahan warna tradisional, malam batik dan juga parafin.

Museum ini diresmikan pada 12 Mei 1977 oleh Kanwil P&K Daerah Istimewa Yogyakarta, dan FYI, koleksi tertua di museum ini buatan tahun 1840 dan sudah berusia 176 tahun.

Beberapa koleksinya yang terkenal antara lain: Kain Panjang Soga Jawa (1950-1960), Kain Panjang Soga Ergan Lama (tahun tidak tercatat), Sarung Isen-isen Antik (1880-1890), Sarung Isen-isen Antik (kelengan) (1880-1890) buatan Nyonya Belanda EV. Zeuylen dari Pekalongan, dan Sarung Panjang Soga Jawa (1920-1930) buatan Nyonya Lie Djing Kiem dari Yogyakarta. Semua koleksi yang ada dalam museum ini diperoleh dari keluarga pendiri Museum Batik Yogyakarta. Koleksi tertuanya adalah batik buatan tahun 1840.

Koleksi sulam karya Ibu Dewi Nugroho yang salah satu diantaranya mendapat penghargaan MURI sebagai sulaman terbesar dengan ukuran 390cm x 90cm.


9. Museum Dharma Wiratama, Menyaksikan Kehebatan TNI AD

Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama
Museum Pusat TNI AD "Dharma Wiratama" (bahasa Jawa: Hanacaraka,ꦩꦸꦱꦶꦪꦸꦩ꧀ꦥꦸꦱꦠ꧀​ꦠ꧈ꦤ꧈ꦆ꧈​ꦄ꧈ꦢ꧈​​ꦝꦂꦩ​ꦮꦶꦫꦠꦩ​​​) adalah museum khusus yang memiliki koleksi tentang peran serta TNI AD dalam perjuangan Indonesia. Museum Dharga Wiratama terletak di Jalan Jend. Sudirman No. 75 Yogyakarta. Museum Dharga Wiratama terletak di Jalan Jend. Sudirman No. 75 Yogyakarta.

Bangunan Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1900 dan digunakan berfungsi sebagai tempat tinggal para pejabat/admininstratur perkebunan Belanda di daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Tahun 1942 dijadikan sebagai markas Tentara Jepang daerah Yogyakara (Syudokan). Pada masa Kemerdekaan dijadikan markas tertinggi Tentara Keamanan Rakyat hal tersebut diartikan bahwa digunakan sebagai markas Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat yaitu Jenderal Sudirman dan sebagai tempat Kepala Staf Letjen. Urip Sumoharjo untuk menyusun Tentara Keamanan Rakyat selanjutnya dijadikan Markas Korem 072/Pamungkas.


10. Museum Perjuangan Yogyakarta

Museum Perjuangan Yogyakarta
Museum Perjuangan adalah sebuah museum yang sengaja didirikan untuk mengenang sejarah perjuangan Bangsa Indonesia dan mengenang setengah abad masa Kebangkitan Nasional.

Museum ini terletak di Jalan Kolonel Sugiyono No. 24 Yogyakarta, Terletak kurang lebih 2 km dari pusat kota Yogyakarta. Dibangun pada 17 Agustus 1959 dan peletakan batu pertama dilakukan oleh Sri Paku Alam VIII.

Bangunan museum ini cukup artistik, pada bagian atasnya bangunan ini terinspirasi gaya arsitektur kekaisaran Romawi Kuno, sementara pada bagian bawahnya diadaptasi dari gaya bangunan Candi Mataram Hindu.
Baca artikel lain tentang:

Share:


Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar